foto:Hery Sunaryo SH |
BALIKPAPAN,kabarbpp.net-Menunaikan
hak dan kewajiban adalah satu mata rantai yang tak pernah terpisahkan.
Kewajiban berupaya menjalankan semua perintah atau sikap yang jauh dari
mudarat. Sedangkan hak adalah hasil dari upaya. Bisa berupa reward, tuntutan,
upah, atau kafalah.
Seorang karyawan harus memenuhi kewajiban dengan cara memenuhi perintah atasan dan dijalankan dengan baik tanpa ada keluh kesah. Seorang warga pun harus memenuhi kewajiban untuk bayar pajak, tagihan telpon, dan lain-lain.
Bicara kewajiban adalah bicara memenuhi kehendak sedangkan bicara hak bicara tuntutan, katanya. "Apa pun namanya yang jelas antara hak dan kewajiban terkadang ketika permintaan hak tidak sepadanpat dengan kewajiban yang telah dijalankan. Seorang caleg, misalnya, ketika kampanye ia mencoba bergerilya mencari dukungan tak segan selalu memberikan impian dan janjinya pada masyarakat ',kata Hery Sunaryo SH.kepada kabarbalikpapan Sabtu(29/12/18)
Rata-rata partai selalu mengkultuskan dirinya rasa simpatiknya dengan memulihkan hak rakyat. Pepesan kosong kerap dilontarkan. Baik ketika kampanye maupun dalam bentuk slogan",tegasnya
"Ironisnya, ketika berhadapan langsung dengan masyarakat tanpa basa basi rakyat khususnya masyarakat miskin mengatakan muak dengan ucapan para caleg dan elit politik",katanya
Seorang karyawan harus memenuhi kewajiban dengan cara memenuhi perintah atasan dan dijalankan dengan baik tanpa ada keluh kesah. Seorang warga pun harus memenuhi kewajiban untuk bayar pajak, tagihan telpon, dan lain-lain.
Bicara kewajiban adalah bicara memenuhi kehendak sedangkan bicara hak bicara tuntutan, katanya. "Apa pun namanya yang jelas antara hak dan kewajiban terkadang ketika permintaan hak tidak sepadanpat dengan kewajiban yang telah dijalankan. Seorang caleg, misalnya, ketika kampanye ia mencoba bergerilya mencari dukungan tak segan selalu memberikan impian dan janjinya pada masyarakat ',kata Hery Sunaryo SH.kepada kabarbalikpapan Sabtu(29/12/18)
Rata-rata partai selalu mengkultuskan dirinya rasa simpatiknya dengan memulihkan hak rakyat. Pepesan kosong kerap dilontarkan. Baik ketika kampanye maupun dalam bentuk slogan",tegasnya
"Ironisnya, ketika berhadapan langsung dengan masyarakat tanpa basa basi rakyat khususnya masyarakat miskin mengatakan muak dengan ucapan para caleg dan elit politik",katanya
Wajar saja, sebab kenyataannya orang miskin sudah terbiasa
menjadi latar eksploitasi.
mereka kerap disanjung dan selalu dikunjungi pasca pemilu. Sang miskin merasa sangat dibutuhkan para pejabat ", ucap pria lulusan sarjana hukum ini.
Bahkan jangan heran, menurut Hery, di antara mereka ada saja yang berpikiran cerdas. Letupan-letupan ucapannya pastinya membuat kita merasa tersanjung."Sekarang sudah tak ada lagi wakil rakyat di parlemen. Yang ada hanya ajang mencari kekuasan", ucapnya pasti.
"Jadi, menurutnya ,sekarang ini rata-rarta caleg yang terpampang tidak ada yang benar-benar seorang yang mewakili rakyat"tegasnya.
"Mereka hanya mengumpulkan kader-kader untuk siap berkuasa, tak ada lagi mengutamakan kepentingan rakyat tapi kepentingan partai.,Lucunya jika sudah duduk di kursi terhormat mereka tanpa basa-basi mengelakan kepalanya bahkan segan mau menegur.,”tegas hery
Katanya studi banding ke luar negeri namun nyatanya hanya berlabuh dengan menikmati harta dari upeti rakyat. Padahal saat itu sedang ada musyawarah besar membahas genting problem negeri ini.
Jika rakyat menuntut haknya yang ada mereka hanya memperlakukan tuntunan rakyat dengan menyerahkan kepada kacung-kacungnya.,”ujarnya
Selamanya rakyat terus didoktrin dengan slogan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Slogan itu memang sudah tak trendi lagi tapi nyatanya masih ada. Hanya bahasa saja yang berbeda."Itu, kan, sama saja membodoh-bodohi rakyat",imbuhnya.
"Kini sudah jelas yang menjadi penyebab memudarnya rasa nasionalisme adalah tidak adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Semua rakyat harus memenuhi kewajiban untuk mencontreng caleg. Sedangkan memenuhi hak mereka tidak diberikan sepenuh hati",tandas hery (Beny-Kb)
mereka kerap disanjung dan selalu dikunjungi pasca pemilu. Sang miskin merasa sangat dibutuhkan para pejabat ", ucap pria lulusan sarjana hukum ini.
Bahkan jangan heran, menurut Hery, di antara mereka ada saja yang berpikiran cerdas. Letupan-letupan ucapannya pastinya membuat kita merasa tersanjung."Sekarang sudah tak ada lagi wakil rakyat di parlemen. Yang ada hanya ajang mencari kekuasan", ucapnya pasti.
"Jadi, menurutnya ,sekarang ini rata-rarta caleg yang terpampang tidak ada yang benar-benar seorang yang mewakili rakyat"tegasnya.
"Mereka hanya mengumpulkan kader-kader untuk siap berkuasa, tak ada lagi mengutamakan kepentingan rakyat tapi kepentingan partai.,Lucunya jika sudah duduk di kursi terhormat mereka tanpa basa-basi mengelakan kepalanya bahkan segan mau menegur.,”tegas hery
Katanya studi banding ke luar negeri namun nyatanya hanya berlabuh dengan menikmati harta dari upeti rakyat. Padahal saat itu sedang ada musyawarah besar membahas genting problem negeri ini.
Jika rakyat menuntut haknya yang ada mereka hanya memperlakukan tuntunan rakyat dengan menyerahkan kepada kacung-kacungnya.,”ujarnya
Selamanya rakyat terus didoktrin dengan slogan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Slogan itu memang sudah tak trendi lagi tapi nyatanya masih ada. Hanya bahasa saja yang berbeda."Itu, kan, sama saja membodoh-bodohi rakyat",imbuhnya.
"Kini sudah jelas yang menjadi penyebab memudarnya rasa nasionalisme adalah tidak adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Semua rakyat harus memenuhi kewajiban untuk mencontreng caleg. Sedangkan memenuhi hak mereka tidak diberikan sepenuh hati",tandas hery (Beny-Kb)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar