CNN Indonesia -- Mantan
Perdana Menteri Israel Ehud Olmert mengatakan Presiden Palestina Mahmoud Abbas
menjadi satu-satunya pemimpin yang mampu membawa Palestina berdamai dengan
Israel.
"Satu-satunya orang
Palestina yang mampu melakukan itu, yang telah membuktikan di masa lalu bahwa
dia benar-benar berkomitmen (terhadap perdamaian dengan Israel) adalah Mahmoud
Abbas. Karena itu saya sangat menghormatinya," ujarnya di Paris, Perancis,
Sabtu (23/9).
Olmert menganggap Abbas
merupakan satu-satunya pemimpin Palestina yang mampu merealisasikan solusi dua
negara, salah satu resolusi perdamaian bagi konflik Israel-Palestina.
Solusi dua negara
memungkinkan Israel dan Palestina memiliki wilayah kedaulatan negaranya
masing-masing dengan Yerusalem timur sebagai ibu kota masa depan Palestina.
Ia menganggap tidak ada
alternatif lain untuk mendamaikan Palestina dan Israel selain melalui solusi
dua negara. Solusi tersebut, menurutnya, masih mungkin dicapai.
"Dia (Abbas) melawan
segala bentuk teror (sikap bermusuhan) karena ini bagian dari komitmennya untuk
mencapai perdamaian antara mereka (Palestina) dan kami (Israel)," kata
Olmert seperti dilansir The Time of Israel.
Pernyataan itu diutarakan
Olmert dalam wawancaranya dengan stasiun televisi Palestina. Sebelum
diwawancara, Olmert telah lebih dulu menemui Abbas di sela-sela lawatannya di
Paris.
Olmert berkuasa di Israel
pada 2006-2009 lalu ketika Tel Aviv dan Ramallah tengah berunding mengenai solusi
dua negara. Sayangnya, perundingan itu mandek setelah sejumlah pejabat Israel
menuding Abbas menolak rencana yang digagas Olmert.
Namun, dalam kesempatan
itu, Olmert membantah bahwa Abbas menolak gagasannya tersebut.
Presiden Abbas tidak
pernah bilang 'tidak' terhadap rencana saya. Tidak pernah," kata Olmert
seperti dikutip AFP.
Pernyataan Olmert soal
Abbas pun mengundang reaksi dingin dari negaranya sendiri, terutama dari
kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Menteri Teknologi dan Ilmu
Pengetahuan Ofir Akunis, anggota partai sayap kanan Netanyahu Likud, mengatakan
Abbas telah 'mempermalukan' Olmert.
"Dia
(Abbas) bahkan tidak merespons proposal Olmert berisikan pembentukan negara
Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya dan penarikan pendudukan Israel
dari garis 1967," kata Akunis.
Konflik
Palestina dan Israel kembali memanas sejak akhir Desember lalu ketika Amerika
Serikat, sekutu dekat Tel Aviv, memutuskan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota
Israel.
Sejak
itu, Presiden Abbas sebagai pemimpin Palestina memutus kontak dengan Gedung
Putih. Padahal, AS merupakan salah satu mediator perundingan damai kedua negara
sejak 2014 lalu.
Palestina
menganggap AS di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump secara
terang-terangan bersikap bias dengan mendukung Israel. Abbas juga menganggap
Trump berusaha memeras Palestina dengan memotong bantuan kemanusiaan dan
menutup kantor perwakilan Palestina di Washington DC agar mau mengikuti
keinginan AS.(Sumber”CNN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar